Berawal dari diskursus intelektual di kalangan mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) yang terjadi di setiap pertemuan/tata...
Berawal dari diskursus
intelektual di kalangan mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
yang terjadi di setiap pertemuan/tatap muka perkuliahan dan ketertarikan mereka
terhadap budaya literasi di kalangan milenial, maka terlahirlah karya sederhana
dalam bentuk buku. Karya ini sesungguhnya merefleksikan alam pikiran mahasiswa
secara umum dan terkhusus mahasiswa program studi PAI.
Buku ini berjudul “Perbandingan
Pendidikan” yang sama persis dengan nama mata kuliah di semester VII, namun
sesungguhnya isinya bertemakan wacana kontemporer dan kritis tentang pendidikan
di Era Millenial.
Bab pertama, mengulas “Literasi
Informasi untuk Generasi Millenial”. Dalam pembahasan ini dikemukakan
karakteristik era millenial berikut dampak yang ditimbulkannya. Era millennial
dalam pembahasan ini dideskripsikan sebagai satu era yang berkembang dengan
sangat cepat (disruption) yang
menawarkan kemudahan dan hasil-hasil teknologi-informasi di satu sisi dan imbas
dari derasnya arus informasi di dunia maya pada sisi yang lain, termasuk dalam
hal ini penyebaran hoaks di media sosial secara massif.
Dalam menanggulangi bahaya
hoaks, penulis menawarkan kemampuan literasi ilmiah dan critical thinking untuk membedakan informasi yang valid dan yang
tidak, agar hegemoni kekuatan pemroduksi hoaks dapat dihindari mengingat
dampaknya yang luar biasa dalam melululantahkan persatuan dan kesatuan bangsa
dewasa ini.
Bab kedua, membahas “Tantangan Pendidik di Era Millenial”. Dalam
bab ini, era millennial disebut juga dengan generasi Y, yaitu generasi yang
lahir antara tahun 1980-an sampai dengan 2000-an dengan identifikasi fisikalnya
misalnya penggunaan smartphone dan
eksistensinya di media sosial dengan berbagai variannya sehingga memantik
pendidik untuk menyesuaikan dengan perkembangan kekinian. Dalam bab ini,
penulis mengemukakan argumentasi akademik tentang nasib pendidikan yang tidak
lagi harus bergantung pada metode tradisional atau metode konvensional lainnya.
Penulis merekomendasikan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik era millenial.
Bab tiga, tentang “Pendidikan Karakter”.
Bab ini mengulas urgensi pendidikan karakter. Walaupun secara regulasi program
ini telah dimulai pada tahun 2010, namun relevansinya masih tetap dapat
ditemukan hingga saat ini. Kita berada di era disrupsi yang mencerabut nilai
dasar suatu bangsa. Secara historis, Indonesia dibangun di atas nilai gotong
royong dan merupakan refleksi dari masyarakat religius, cinta damai dan ramah
terhadap tamu. Namun efek global yang membuat nilai atau karakter tersebut
tercerabut dari akar budaya bangsa. Menurut penulis, pendidikan karakter (character building) dibutuhkan untuk
meneguhkan kembali nilai-nilai yang selama ini telah bersemayam dalam memori
kolektif bangsa Indonesia.
Bab empat merupakan bab terakhir yang berisikan “Relevansi Kurikulum PAI dengan Kebutuhan Dunia Kerja”. Bab ini
membahas bagaimana merelevansikan desain kurikulum pendidikan agama dengan
persaingan dunia kerja.
Karya sederhana ini, bisa jadi tidak
sekrtitis dengan karya akedemik lainnya dengan penulis yang telah berada pada
tingkat mahir, namun betapapun buku sederhana ini adalah hasil pemikiran
mahasiswa yang patut diapresiasi. Semoga karya ini dapat bernilai manfaat.
Salam,
Rustan Efendy (Ketua PRODI
PAI)
Tidak ada komentar